Wiwik Subandria, Pensiun Dini demi Sekolah Alam July 18, 2021

Rela tinggalkan jabatannya sebagai supervisor di salah satu anak usaha BUMN, demi membuka taman baca bagi anak-anak di pedalaman Jombang, Jawa Timur.

Keputusan besar diambil Wiwik Subandria. Betapa tidak, jabatan sebagai supervisor di salah satu anak usaha Badan Usaha Milik Negara  ia tinggalkan begitu saja demi membuka taman baca di pedalaman Jombang, Jawa Timur.

Meski sempat ditentang orang tuanya, Wiwik berkeras hati  dengan keputusannya. Sebuah lahan yang tak seberapa luas di Jombang ia buka untuk  sekolah alam bagi warga sekitar. Di desa Pesantren, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur taman baca yang ia beri nama Alam Riang itu ia dirikan. Kini, saban hari, puluhan pelajar dari berbagai desa sekitar berdatangan untuk belajar.

“Kami ingin memulai hidup baru. Hidup cuma sekali, kami ingin yang benar-benar berarti,” ujar  Wiwik mengawali ceritanya. Tepat pada  2012, Wiwik yang tergabung dalam woman’s earth alliance, sebuah program akselerasi untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan jejaring di akar rumput ini,  akhirnya memutuskan pensiun dini dari tempat kerjanya di Surabaya.

Terbiasa hidup di kota besar dengan beragam fasilitas, tentu bukan hal mudah bagi Wiwik menjalani hidup di pinggiran kampung. Tetapi, keinginan kuat membuatnya tetap bertahan.

Sisa petak lahan hasil pemberian mertuanya ia manfaatkan untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti cabai, terong, tomat, bayam dan ragam jenis sayuran.

Sembari itu, ia mulai membuka akses kepada anak-anak sekitar yang ingin memperdalam mata pelajaran mereka di sekolah. Seperti bahasa Inggris hingga Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

“Karena saya sedikit bisa bahasa Inggris, beberapa anak mulai datang untuk ditemani belajar. Ada juga yang belajar IPA,”  jelas Wiwik melalui aplikasi percakapan.

Rupanya, metode belajar yang diterapkan Wiwik membuat anak-anak tertarik. Sebab, mereka tidak hanya diajari apa yang tertulis dalam buku. Tetapi, diikuti dengan mengamati langsung objek pengetahuan yang ada di sekitar.

Misalnya tentang jenis akar tanaman. Setelah membaca buku, Wiwik mengajak para siswanya untuk turun langsung ke lapangan. “Jadi mereka betul-betul tahu. Tidak sekadar membayangkan apa yang tertulis dalam buku,” ujar istri dari Catur Setyo Nugroho ini. Tak hanya itu Wiwik juga berkolaborasi dengan petani organik Jombang untuk membangun perkebunan yang terintegrasi dengan kolam ikan. Bahkan mengajarkan warga sekitar untuk membuat pupuk kompos dari kotoran ikan

Lambat laun, siswa yang datang semakin banyak. Bahkan mencapai 50 orang. Hingga Wiwik pun berinisiatif untuk membuka Taman Baca Masyarakat (TBM). Rencana itu ia awali dengan membuka kampanye One Book One Hope.

“Kami ada banyak buku sebenarnya. Kayak novel-novel begitu. Tapi ternyata itu tidak menarik untuk anak-anak,” terang Wiwik. Tak dinyana, hanya dalam beberapa hari dibuka, 1500 buku berhasil ia kumpulkan. Sebagian merupakan bantuan dari Green-Book.org.

Wiwik menjelaskan, di taman baca yang dikelolanya, para siswa tidak hanya bisa belajar berliterasi. Lebih jauh, mereka juga diajak untuk mengenali kondisi lingkungan sekitar, dengan demikian  mereka bisa lebih peduli alam sekitar.

Karena itu, dalam beberapa kesempatan, bocah-bocah ini juga diajak berkegiatan di luar. Sekadar keliling kampung untuk memunguti sampah atau ke sawah. Selain itu, juga ada pelatihan kerajinan sederhana, misal  membuat sabun dari minyak jelantah. Mereka juga diajarkan cara memilah sampah dan membuat pupuk kompos untuk memupuk tanaman.

Wiwik juga mengubah kebiasaan anak anak setempat yang suka berburu burung. Ia  menjelaskan fungsi burung bagi tanaman. “Awalnya anak anak tak tahu kalau burung bermanfaat membantu petani, karena memakan ulat yang menjadi hama tanaman,”  jelasnya.

Usaha Wiwik untuk membangun generasi yang melek literasi melalui pendekatan alam di TBM, akhirnya terdengar sampai ke Jakarta. Secara berturut-turut pada  2018 dan 2019, TBM nya mendapat penghargaan dari Kemendikbud sebagai taman baca kreatif.

Bagi Wiwik, membangun kepedulian lingkungan memang harus dilakukan sejak dini. Karena itu, tak cukup dengan taman bacaan semata. Wiwik juga mulai membuka perpustakaan keliling yang diedarkan ke sekolah-sekolah.

Hingga kini, sudah ada 16 sekolah setingkat SD yang bekerja sama dengan taman baca miliknya. “Tapi, karena situasinya pandemi seperti ini, sekarang kegiatan keliling dibatasi dulu,” tutur Wiwik. (*)

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM