Deden Syarif, Selamatkan Karst Citatah September 27, 2021

“Kita juga sering kampanye yang sifatnya atraktif untuk mengundang opini publik juga perhatian warga. Dulu kita sering melakukan pengibaran bendera merah putih raksasa di hari-hari besar nasional. Itu dimaksudkan untuk menarik perhatian warga,”

Suatu hari,  sebuah pesan singkat masuk ke ponsel genggam Deden Syarif Hidayat, 37 tahun. Pesan dari nomor yang tak dikenalnya itu berupa ancaman pembunuhan. “Pesan ancaman itu terjadi tahun 2014,” ujar Deden, Ketua Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC) kepada Pejuangiklim.id, Sabtu, 11 September 2021

Sesaat ia merasa kaget. Rupanya hal itu  imbas dari aktivitas Deden dan sejumlah pemuda di wilayah karst Citatah yang aktif, menyuarakan penolakan penggalian tambang batu kapur di Citatah, Kabupaten Bandung Barat. Mereka juga kerap  berdemo ke pemerintah untuk menuntut ketegasan terhadap kegiatan penambangan ilegal di kawasan tersebut.

Semula, beberapa hari sebelum  ancaman itu, Deden sempat didatangi orang berseragam militer ke rumahnya, di Cidadap, Padalarang. Orang itu menawari Deden sejumlah uang, rumah hingga mobil. Namun, syaratnya Deden dan teman-temannya berhenti melakukan aktivitas kampanye terkait penyelamatan karst Citatah. Tentu saja Deden menolak tawaran itu dan ia malah semakin rutin melakukan kegiatan untuk  penyelamatan wilayah karst Citatah.

Sok akang teh hoyong naon, rumah, mobil, naon sok nyarios (Silahkan anda maunya apa atau silahkan bilang). Saya bilang, ah henteu (ah tidak) saya mah teu hayang nanaon (saya tidak mau apa-apa), saya mah hayang ieu weh lestari (saya hanya mau ini lestari). Ya mereka akhirnya pulang,” ujarnya.

Terwadahi dalam organisasi non profit, Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC), Deden bersama rekan-rekannya aktif menyuarakan kondisi karst Citatah yang semakin memprihatinkan. Penyebab kerusakan karst Citatah adalah maraknya penambang batu gamping ilegal kala itu.

Ancaman tak hanya didapatkan  Deden. Beberapa rekan Deden juga  mendapat ancaman serupa. Bahkan ada beberapa rekan Deden yang terpaksa memutuskan untuk mundur dari aktivitas  kampanye lantaran merasa tak nyaman dan tertekan.

“Kalau sekretaris saya ditelpon, cuma mungkin karena dia takut juga karena sudah berkeluarga juga jadi dia menyatakan mengundurkan diri dari forum. Ada juga teman-teman yang lain sampai harus bersembunyi dulu,” katanya.

Foto: geoparkrajamandala_citatah dan @ dedensyarifhidayat

Karst Citatah merupakan bentang alam dengan panjang sekitar 26 kilometer yang menjadi bukti cekungan Bandung dahulu pernah jadi dasar laut dangkal pada 25 juta tahun silam. Hal itu ditegaskan setelah ditemukannya fosil manusia purba homo Sapiens di Gua Pawon–salah satu kawasan karst Citatah–pada 1999-2003. Beberapa titik di wilayah itu kini berstatus sebagai kawasan lindung.

Di antara beberapa bukit ataupun pegunungan yang berada di kawasan seluas 10.320 hektar itu di antaranya  Tebing Masigit, Gunung Hawu-Pabeasan, dan Karang Panganten, bukit Manik, Pasir Pawon, dan tebing 125.

Deden bercerita, FP2KC awalnya terbentuk pada 2009, lalu. Berangkat dari kegelisahan Deden dan beberapa pemuda di sana melihat rusaknya kawasan karst Citatah yang juga wilayah pegunungan batu gamping tertua di pulau Jawa itu.

Forum itu menginisiasi berbagai macam kegiatan semisal kampanye, diskusi, hingga aksi demo agar pemerintah serius mengurus regulasi pertambangan di wilayah karst Citatah. Deden mengatakan FP2KC tidak melakukan aksi demo langsung ke perusahaan-perusahaan pertambangan disana, karena hal itu beresiko tinggi terjadinya benturan antara masyarakat dan perusahaan.

“Kita demonstrasi ke pemerintah bukan ke pengusaha, karena itu terlalu rawan. Kita kawal regulasi, ikut audiensi, dan kita ikut mengawal di kajian tentang karst Citatah ini,” ujarnya.

Alhasil, ia melakukan pendekatan dengan cara merangkul masyarakat sekitar agar lebih peduli terhadap kondisi alam sekitar. Hal ini penting, mengingat kalau perbukitan batu gamping disana terus dieksploitasi dengan cara ditambang, maka yang terjadi lingkungan hidup disana perlahan akan mati.

“Kita juga sering kampanye yang sifatnya atraktif untuk mengundang opini publik juga perhatian warga. Dulu kita sering melakukan pengibaran bendera merah putih raksasa di hari-hari besar nasional. Itu dimaksudkan untuk menarik perhatian warga,” katanya.

Pada 2011, gerakan FP2KC lebih masif untuk melakukan sosialisasi seputar penyelamatan karst Citatah. Deden menganggap perlu ada peran serta langsung pendampingan ke masyarakat sekitar agar bisa mengubah pola pikir warga di sana.

Pasalnya,  banyak warga asli Citatah yang berprofesi sebagai buruh tambang. Alhasil, kata dia, pendekatan yang paling mengena bagaimana merubah mindset warga, tapi secara ekonomi mereka tidak terganggu.

Selain itu, aktivitas pertambangan batu gamping disana bisa dibilang sangat tidak ramah lingkungan dan ramah pekerja. Proses penghancuran batu gamping itu menggunakan peledak dinamit yang melahirkan suara sangat bising dan panen debu.

Nasib pekerja pun, cukup mengkhawatirkan. Pekerja banyak yang mengalami kecelakaan tertimpa batu, ataupun terjatuh saat proses pengangkutan batu. “Akhirnya wah ini bener juga ada banyak pertambangan rakyat yang ilegal, dan itu ditemukan di depan mata. Serta banyak korban jiwa. Kita miris lah lihat masalah di pertambangan,” katanya.

“Memang harus ada semacam alih profesi, dari yang dulunya warga menambang sekarang bisa diganti dengan pekerjaan lain seperti bertani ataupun memaksimalkan sektor geowisata di sana yang dikelola oleh warga sekitar,” ujarnya.

Hal itu tidak mudah, karena upaya alih fungsi lahan pertambangan menjadi kawasan pariwisata tidak bisa langsung menghasilkan dan memberi penghidupan layak bagi warga yang semula bekerja sebagai penambang, kini harus beralih profesi.

Namun seiring berjalannya waktu, Deden mulai menemukan celah, dimana sektor wisata di kawasan karst Citatah itu mulai tumbuh dan memberikan dampak positif bagi warga sekitar. Upaya alternatif itu nyatanya membuahkan hasil yang cukup memuaskan baik dari sisi penyelamatan kawasan Karst Citatah ataupun dari sektor perekonomian masyarakat sekitar.

“Bikin alternatif, mendorong, menginisiasi adanya wisata khusus berbasis edukasi dan konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Pertama harus ada nilai edukasinya, nilai konservasi, kemudian berbasis pemberdayaan masyarakat. Makanya FP2KC tidak terlibat langsung dalam proses wisata, seperti pengelolaan manajemen keuangan, dan lainnya,” ujarnya.

Kini, FK2KC berhasil menginisiasi 12 destinasi wisata di wilayah karst Citatah. Di antara geowisata seperti wisata cagar budaya Guha Pawon, Geowisata Populer Stone Garden, wisata minat khusus Indiana Camp dan Tebing Masigit, Geowisata Tebing dan Hawu-Pabeasan. Mereka juga melakukan penanaman di beberapa lokasi bekas tambang.

FP2KC juga dinilai sukses menyelamatkan tujuh titik mata air dan satu sungai bawah tanah Cipaneguh di Desa Ciptaharja. Ketujuh mata air itu yakni Belakambang di Desa Cirawamekar, Penyusunan dan Karang Panganten di Desa Gunung Masigit, Pabeasan, Cibakung dan Ciseureuh di desa Padalarang, Cicocok di desa Citatah.

Upaya Deden dalam memperjuangkan kelestarian karst Citatah rupanya dilirik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dimana FP2KC dinominasi dari 10 penerima penghargaan Kalpataru 2021, untuk kategori penyelamat lingkungan. (*)

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM