Adi Sucipto, Rela Dianggap Gila Demi Mangrove Kertomulyo July 11, 2021

“Saya sampaikan kegiatan ini juga bentuk ibadah. Jika ditanami akan menghasilkan oksigen, menjaga biota laut, dan menahan abrasi,”

Berawal dari kegelisahan melihat kondisi pesisir desanya, Adi Sucipto menggagas penanaman mangrove di pesisir Desa Kertomulyo Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati.  Inspirasi itu datang saat ia memancing bersama pemuda lain, mereka melihat pantai yang panas dan gersang. Pada saat air pasang mereka juga menyaksikan pantai kerap diterjang abrasi.

Sejak 2014, Adi bersama 9 pemuda setempat sepakat menghijaukan pesisir Kertomulyo, dengan menanam mangrove. Mereka lantas membentuk organisasi Peduli Pantai Utara Pati atau PPUP. Adi didapuk sebagai ketua. Dia bersyukur para pemuda menyambut baik gagasan untuk menjaga kelestarian lingkungan di sana, meski  ajakan itu dia sampaikan dengan cara sederhana. “Saya sampaikan kegiatan ini juga bentuk ibadah. Jika ditanami akan menghasilkan oksigen, menjaga biota laut, dan menahan abrasi,” kata lelaki, 46 tahun itu.

Adi  menceritakan, pertama bergerak mereka menanam 1.000 bibit mangrove. Bibit dibeli dengan  uang hasil iuran anggota PPUP. Selama setahun mereka menanam dan menjaga mangrove tersebut  secara swadaya. “Kami patungan untuk membeli bibit,” ungkap Adi. 

Meski berjuang dengan merogoh kantong pribadi, ada beberapa warga yang memandang miring aktivitas Adi dan kawan-kawannya. Warga menganggap kegiatan bergelut dengan lumpur tanpa memperoleh penghasilan merupakan hal yang tak masuk akal. “Warga menilai, para pemuda setelah sekolah malah menanam tak ada hasilnya. Masyarakat menganggap kita orang gila,” sebut Adi.

Modal penanaman mangrove juga diperoleh dengan cara menggalang donasi berjualan kaos. Setiap pembelian satu kaos sama dengan turut berdonasi lima bibit mangrove. Hasilnya sekitar 500 kaos bisa mereka jual. 

Setahun berjalan, hasil kerja mereka dilirik Organization for Industry, Spiritual, Culture, and Advancement atau OISCA. Menurut Adi, di tahun pertama mangrove seluas 50×200 meter yang mereka tanam tumbuh subur.

Jika sebelumnya,  OISCA yang sejak 2009 bekerja sama dengan Pemerintah Desa Kertomulyo menjaga lingkungan pesisir. OISCA kemudian beralih kerja sama dengan PPUP melestarikan mangrove.

Seiring berjalannya waktu, mangrove yang mereka tanam terus berkembang. Pada 2016, mereka membuat gubuk sederhana sebagai tempat istirahat. Jembatan untuk menyeberangi aliran muara yang memisahkan tempat penanaman mangrove juga didirikan. Tak disangka, gazebo tersebut justru ramai dikunjungi orang. Pantai Kertomulyo lantas dikenal sebagai destinasi wisata baru di Bumi Mina Tani.

Adi menyebut, kini sekitar 200 wisatawan mengunjungi Pantai Kertomulyo setiap hari. Tempat yang dulunya panas dan berlumpur telah  menjadi tempat orang melepas penat. Banyaknya pengunjung kemudian menghasilkan lapangan kerja bagi warga sekitar. Adi mencatat, ada 5 warga yang berdagang setiap hari di sana, disaat saat tertentu jumlahnya bertambah hingga 12 pedagang. “Semua pedagang merupakan warga Desa Kertomulyo,” ujarnya.

Dua tahun lalu PPUP mulai  membentuk koperasi. Para pedagang yang berjualan di Pantai Kertomulyo diwajibkan belanja di koperasi tersebut. Keuntungannya dimanfaatkan untuk anggota PPUP yang telah bertahun-tahun berjuang menjaga kelestarian lingkungan Pantai Kertomulyo. Kini anggota PPUP berjumlah 38 orang.

Tak hanya potensi ekonomi, abrasi yang dulu kerap menerjang saat air pasang kini tak ada lagi setelah sekitar 25 hektar bibir pantai ditanami mangrove. “Abrasi dulu terjadi setiap Mei-Juni saat laut pasang dan merusak tambak. Kini aman terlindungi,” tutur Adi.

Berbagai jenis biota yang sebelumnya tak ada kini hidup di sela pohon mangrove. Salah satunya kepiting dan sidat. “Dulu tak ada kepiting. Sekarang pencari kepiting bisa dijadikan mata pencaharian baru,” kata dia.

Sekretaris PPUP Moh Asyhar Fikry menyebut, meskipun potensi wisata di Pantai Kertomulyo cukup tinggi pemanfaatannya dibatasi maksimal 20 persen dari lahan yang ada. Konsep pariwisatanya juga menggunakan model pembelajaran tentang mangrove. Di sana dipasang titik informasi tentang jenis tanaman mangrove dan contohnya.

Dampak hijaunya pesisir Kertomulyo kini juga dirasakan oleh pemerintah setempat. “Sejak 2018 mulai mendapat respon dari pemerintah,” kata dia. Tahun ini Pantai Kertomulyo menyabet juara I lomba perencanaan daerah tingkat Provinsi Jawa Tengah dan masuk 10 besar di tingkat nasional.(*)

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM