Adi Saifullah, Atasi Problem Sampah dengan Mallsampah July 1, 2021

“Jika sebelumnya pengepul menghabiskan waktu 8 jam sehari mencari sampah secara acak. Sekarang mereka bisa langsung ke warga yang ingin menjual sampahnya,”

Adi Saifullah Putra resah melihat banyaknya sampah yang berserakan di sekitar indekosnya. Ia juga bingung, bagaimana mengelolanya agar terlihat rapi. Sementara gang menuju kosnya merupakan gang-gang sempit yang mobil sampah pun tak bisa menjangkaunya.

 “Yang bisa menjangkau cuma pemulung saja, Merekalah kunci dari proses daur ulang sampah, karena bisa menjangkau seluruh sudut kota”  kata Chief Executive Officer (CEO) dan Founder MallSampah.com ini, tentang gagasanya mendirikan Mallsampah

Ironisnya, kata dia, para pemulung itu tidak memiliki kesejahteraan. ia pun berpikir untuk merangkul mereka. Apalagi saat masih kuliah sekitar  tahun 2014, Adi aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan. Misalnya mengajar anak-anak di pemukiman padat penduduk di Jalan Pampang, Makassar yang dipenuhi sampah.

Ternyata orang tua mereka mayoritas pengepul atau pemulung. “Di situ saya mulai bersentuhan dunia sektor informal,” tutur alumni Ilmu Hukum, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, ditemui di kantornya Jalan Swadaya, Makassar, Sabtu 26 Juni 2021.

Bermodalkan pengetahuan sosial dan lingkungan. Tahun 2015, ia pun berpikir soluktif untuk memberdayakan pengepul dan pemulung, dengan memanfaatkan teknologi. Sambil menjalani kuliah, mulailah Adi mengusahakan kegiatan daur ulang, sebagai solusi masalah persampahan.

Founder Mallsampah Adi Saifullah Putra (27) di Makassar, Sulawesi selatan, 29 Juni 2021.Iqbal Lubis

Ketika itu, bisnis E-Commerce di Indonesia mulai menjadi  trend. Adi  mulai berpikir untuk membawa system tersebut ke dunia persampahan. Maka  ia dan teman-temannya merancang   aplikasi untuk melayani lalu lintas sampah dari  warga ke pemulung atau pengepul, yang bisa di unduh ke telepon genggam. “Saya juga punya ketertarikan di dunia usaha,” ujarnya . Maka  sejak saat itu ia mendirikan Mallsampah.

Adi berharap dengan alat dan teknologi itu  dapat menjadi solusi menyejahterakan pengepul dan pemulung,  sekaligus dapat  mengatasi persoalan sampah. Para mitra Mallsampah akan membayar Rp 5 ribu per kilogram ke warga, untuk mendapatkan sampah. Tapi ia bisa menjualnya ke gudang akhir Rp 8 ribu. Sehingga ada margin Rp 3 ribu perkilo untuk mereka.

“Jadi kami pikir teknologi bisa meningkatkan efisiensi dan ekeftivitas pekerjaan mereka,” ujar pria 27 tahun ini.

Bahkan ia berharap bisa meningkatkan martabat pemulung dan pengepul di tengah masyarakat. Adanya Mallsampah, bisa membantu semuanya, karena pemerintah dan stakeholder belum banyak terlibat.

Sistem kerja Mallsampah itu  menggunakan dua cara. Pertama untuk masyarakat yang ingin dijemput sampahnya maka harus download aplikasinya kemudian foto lalu di submit. Nanti mitra Mallsampah yang datang langsung menjemput, dengan berat minimal 1 kilogram. 

“Mitra kita bayar tunai di rumahnya,” ucap peraih Penghargaan Lingkungan Indonesia Green Award 2018 kategori Eksekutif Milenium, Jakarta Founder of The Year.

Kedua, aplikasi untuk pengepul dan pemulung yang langsung terhubung dengan pengguna atau user. Aplikasi ini juga bisa meningkatkan aktivitas mereka seperti mencatat pembukuan dan membantu mereka.

Saat ini sudah 12 ribu orang yang mendownload aplikasi Mallsampah, memang penggunanya masih sebatas  Makassar dan sekitarnya.  Ada 300 pengepul yang telah bergabung, mereka tersebar di kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Maros, dan Kota Parepare.

Total sampah yang dikumpulkan untuk di daur ulang mencapai100 ton per bulan dan memiliki gudang sortir sebanyak 111. Sampah itu akan di kirim ke pabrik daur ulang di Surabaya dan Tangerang. Ada juga  yang diolah di Makassar, seperti ke pabrik tali raffia.

Kota Makassar sendiri menghasilan sampah sekitar 800-1.200 ton per hari. Kendala yang dihadapi Mallsampah saat ini, soal masyarakat yang masih sulit dan belum teredukasi untuk memilah sampah rumah tangganya. Dengan dipilah sampah bisa langsung di setor ke Mallsampah dan tidak dibuang ke Tempat Pembuanagn Akhir (TPA).

Adi menegaskan, Mallsampah bukan menyaingi pengepul dan pemulung tradisional. Tetapi, ia menghadirkan platform untuk membantu mereka. Pada dasarnya Mallsampah tak memiliki pengepul dan pemulung sendiri. “Kita berdayakan yang sudah eksis, kita bantu dengan digitalisasi,” katanya.  

Dia mencontohkan kalau pengepul menghabiskan waktu 8 jam sehari mencari sampah secara acak. Sekarang mereka bisa langsung ke arah tujuan warga yang ingin membuang sampahnya.  

Mallsampah,  seperti driver Gojek,  ada order dia jalan. Jadi lebih efisien waktunya, tidak membuang bensin motornya dengan  percuma. Alam juga terjaga, karena sampah plastik tidak terbuang tapi ditangani Mallsampah. Kesadaran masyarakat pun meningkat, karena terdorong memilah sampahnya untuk dijadikan uang. Sehingga sampah tidak dibuang ke TPA, ke sungai atau ke laut karena bernilai ekonomi.

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM