Swietenia, Kisah Penyelam yang Terusik Sampah August 16, 2021

“Jadi aku memutuskan bikin komunitas, awalnya sebagai para penikmat menyelam aja gitu, untuk kita sama-sama yuk clean up,” 

Berawal dari kegelisahan menemukan banyak sampah di laut saat menekuni hobi sebagai penyelam, Swietenia Puspa Lestari, 26 tahun terdorong untuk membuat gerakan Divers Clean Action (DCA). Dimana kegiatan kelompok DCA ini  sambil menyelam mereka juga melakukan aksi bersih laut dari sampah.

Menyelam adalah hobi Tenia- panggilan Swietenia- sejak kecil. Hobi menyelam dan aktivitas di laut digemari perempuan kelahiran Bogor, 23 Desember 1994 itu, semenjak ayahnya bertugas di Kepulauan Seribu. Ia jadi sering bermain di laut, dan menggemari kegiatan menyelam. Bahkan ia telah memperoleh diving license sejak kelas 1 SMP.

Tenia menyadari betapa indahnya keanekaragaman biota laut dan terumbu karang di sekitar perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Namun sayang, dari tahun ke tahun kondisi laut Jakarta semakin tak kondusif dengan bertambahnya sampah di laut. Hal itu  membuat aktivitas menyelamnya kerap terganggu.

“Ketika aku menjalankan hobiku yaitu menyelam, dan aku menyelam ke beberapa daerah, aku menemukan banyak masalah lingkungan salah satunya adalah sampah,” kata Tenia.

Minimnya pemberitaan dan gerakan mengatasi sampah laut, terutama di pulau-pulau kecil menambah kegemasannya atas problem tersebut. “Jadi aku memutuskan bikin komunitas, awalnya sebagai para penikmat menyelam aja gitu, untuk kita sama-sama yuk clean up,”  ujar wanita  lulusan  Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ia berpikir jika bukan dirinya, siapa lagi yang akan membersihkan, kalau tidak sekarang mau kapan lagi. Mulailah ia menggagas DCA. Tenia membentuk DCA bersama dua orang temannya Nesha Ichida dan Adi Septiono pada tahun 2015 dengan misi utama membebaskan laut dari sampah.

Saat itu dirinya masih duduk di tingkat tiga kuliah, impiannya membentuk DCA kala itu hanya satu yakni membuat laut menjadi lebih bersih dan nyaman, sehingga ketika dia dan teman-temannya ingin menjalankan hobinya menyelam, tidak perlu takut dengan tumpukan sampah,  selain juga ingin mempertahankan kekayaan alam bahari yang ada.

Berbekal teori yang didapat di bangku kuliah dan perasaan cinta ketika melihat laut Indonesia yang lestari, Tenia dan teman-temannya mulai mengamati permasalah dan hal yang dibutuhkan warga di pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu dalam mengelola sampah. Mulai dari mendata asal sampah yang berakhir di laut, hingga kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi warga kepulauan dalam mengelola sampah.

Setelah mendalami isu tersebut ia menemukan fakta jika fasilitas pengolahan sampah di Kepulauan Seribu masih sangat minim.  Tenia pun mulai serius menggarap DCA untuk menemukan solusi atas permasalahan tersebut.

Namun, usahanya itu tidak berjalan mulus dan banyak kendala yang kerap dihadapi. Banyak yang menganggap remeh ajakan melestarikan laut  Tenia. “Mungkin karena menganggap saya masih remaja dan perempuan. Jadi kepercayaan itu tidak datang dengan mudah,” kata Tenia.

Tapi, Tenia dan kawan-kawan tidak kenal lelah untuk terus berusaha dan kembali pada niat awalnya membersihkan lautan Indonesia. Berkat kegigihan dan ketekunannya itu, ia dan timnya berhasil merebut hati masyarakat dan mendapatkan support, hingga akhirnya DCA diminta untuk datang ke daerah-daerah pesisir pulau kecil untuk memberikan pelatihan kepada anak-anak muda disana.

DCA yang awalnya dibentuk hanya untuk memuaskan hasrat para penyelam yang peduli terhadap keindahan laut tetapi lautnya mulai tercemar oleh sampah. Namun, karena tingginya antusiasme dan support masyarakat atas  gerakan yang mereka bentuk. Tenia dan teman-teman terus membesarkan DCA. Banyak pula pihak yang kemudian tertarik dan mendukung DCA bukan hanya  dari kelompok penyelam. Masyarakat lain pun ikut tertarik dan bergabung. Hingga pada akhirnya tahun 2017 mereka mendirikan yayasan untuk menaungi DCA dengan nama Yayasan Penyelam Lestari.

Seiring pembentukan yayasan, program yang dilakukan DCA pun semakin luas tidak hanya sebatas membersihkan sampah laut. Sedikitnya ada 4 program utama yang dilakukan, diantaranya citizen science, kampanye dan pelatihan, pengembangan masyarakat dan program kolaborasi dengan perusahaan.

“Jadi keempat program itu juga tidak hanya berfokus pada sampah laut tapi juga bagaimana ketahanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim, diantaranya ada penanaman terumbu karang, penanaman mangrove dan juga edukasi terkait iklim itu sendiri,” jelas Tenia.

Salah satu program kolaborasi DCA dengan perusahaan yang pernah berjalan adalah gerakan anti sedotan plastik yang dinamakan #NoStrawMovement pada tahun 2016. Tenia dan kawan kawan mengajak restoran cepat saji asal Amerika  yakni KFC, mengurangi penggunaan sedotan plastik sekali pakai, termasuk juga   500-an lebih gerai mereka di Indonesia.

“Itu akhirnya berhasil mendapatkan antusiasme yang tinggi dan apresiasi dari pemerintah maupun stakeholder lainnya.  Hingga akhirnya pada tahun 2017-2018, banyak restoran-restoran lain yang menggunakan data kampanye dan data penelitian citizens kami untuk dijadikan dasar mereka membuat peraturan tidak lagi menggunakan sedotan plastik sekali pakai gitu,” tutur Direktur Eksekutif DCA ini bangga.

Kini Tenia berhasil mengumpulkan 1500 relawan di Indonesia dan Asia Tenggara. Bahkan, berkat kerja keras dan konsistensinya terhadap pelestarian lautan, ia masuk dalam daftar 100 Perempuan Berpengaruh di Dunia versi BBC pada Oktober 2019 dan menjadi satu-satunya wanita asal Indonesia yang berada di deretan wanita hebat dunia itu. Ia juga menjadi peserta termuda dalam Obama Leader hingga 30 under 30 Forbes Asia.

Namun begitu, dengan pencapaian DCA dalam menularkan semangat pelestarian lautan ini, Tenia justru berharap suatu saat yayasan yang telah dibangunnya tidak dibutuhkan lagi. “Karena lautnya sudah bersih,” tuturnya.  (*)

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM