Nina, Kobarkan Perang Melawan Sampah June 1, 2021

Usianya baru 14 tahun. Tapi, tak berhenti mengajak pemuda seusianya peduli pada lingkungan. Kirim surat protes kepada empat negara yang mengirim sampah plastiknya ke Indonesia.

Namanya Aeshnina Azzahra Aqilani, namanya dikenal banyak orang setelah keberaniannya  mengirimkan surat protes kepada empat perwakilan negara asing. Gadis kelahiran 17 Mei 2007  yang biasa dipanggil Nina ini, menuliskan surat kepada perwakilan negara  Amerika, Kanada, Jerman, hingga Australia. Bahkan  Bupati Gresik, Bupati Sidoarjo, hingga Mabes Polri juga dia surati.

Nina memprotes negara-negara tersebut, karena membuang sampahnya ke Indonesia. Melalui tulisan tangannya, Nina meminta otoritas setempat untuk tidak mengirim atau menyelundupkan  sampah plastiknya ke Indonesia.

Protes Nina berawal saat  dia diajak sang ayah, Prigi Arisandi yang juga direktur eksekutif Lembaga Konservasi Lahan Basah (Ecoton), mengunjungi sejumlah desa di  Jawa Timur. Di satu desa itu ia melihat sungainya tercemar limbah kertas. Kertas-kertas  itu diduga berasal dari  salah satu perusahaan pengolahan kertas bekas tak jauh dari lokasi. Sungai terlihat keruh dan  berbau.

Langit diatasnya berwarna gelap karena asap dari industri itu. Selain kertas, juga berserakan sampah plastik sisa kertas yang didaur ulang. Sampah plastic dibuang tak jauh dari lokasi pabrik. Dari sampah itu ia mengindentifiasi asal produk dari negara-negara tersebut.

Sejumlah negara merespon baik protes Nina hingga mengundangnya untuk beraudisi, namun ada pula yang kurang merespon, dan justru menyalahkan Indonesia yang mengimport kertas bekas. Kepedulian Nina pada lingkungan, didorong oleh  kebiasaan orang tuannya sebagai aktivis lingkungan. Sejak kecil Nina biasa ikut kampanye hingga unjuk rasa soal lingkungan. “Orang tua yang didik saya peduli lingkungan sekitar,” kata siswi kelas 8 di SMPN 12 Kabupaten Gresik ini.  

Kedua orang tuanya memang aktifis lingkungan, selain ayah,  ibunya  peneliti di Ecoton. Sejak kecil saat mereka berkegiatan, Nina kerap diajak serta. Ide menulis surat protes juga berawal saat, ia  yang belia ingin ikut unjuk rasa,  “Saya ingin ikut demo. Tapi, saya ditanya kalau ikut, mau ngapain? Saya mikir, ya sudah saya nulis surat aja ke Presiden AS,” ujarnya.

Nina merasa senang, karena surat kirimannya itu berbalas. Bahkan, Jerman dan Australia memberikan apresiasi yang luar biasa kepada dirinya. Melalui surat balasannya, pemerintahan kedua negara itu berjanji untuk memperketat kegiatan ekspor sampah asal negaranya.

Bukan hanya menyurati negara-negara maju pengirim sampah plastik. Di sekolah, ia juga berhasil mendorong sekolahnya untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai. Serta mengenakan sanksi bagi yang melanggar.

Nina mengaku punya trik menarik untuk menggugah kesadaran teman-temannya. Salah satunya, dengan memberikan edukasi akan bahaya sampah plastik hasil riset orang tuanya. “Saya takut-takutin terus. Plastik, kalau dibuang akan memunculkan mikroplastik yang berbahaya,  jika dimakan ikan dan ikannya dimakan manusia” ujarnya sembari tersenyum.

“Kini, ada 12 teman di sekolah yang ikut bergabung dalam Brigade Sampah”. Brigade Sampah adalah komunitas peduli sampah bentukannya. Dulu, sebelum pandemi Covid-19, seminggu sekali Nina mengajak  teman-temannya turun ke jalan berkampanye. Sasarannya, kerumunan massa seperti event car free day di berbagai daerah, seperti di sekitar Surabaya.

Tapi, sejak pandemi, kampanye dilakukan secara online. Ia membuat akun instagram  dengan nama info.mistik  akronim informasi mikroplastik, untuk kampanye. Membangun kesadaran bahaya mikroplastik yang memang belum banyak disadari. Ia juga menjadi co captain dari komunitas River Warrior yang konsen mengamati kebersihan sungai.Setiap mereka menemukan timbunan sampah di sungai, mereka akan menginformasikan temuannya kepada aparat setempat berikut titik koordinat lokasinya untuk di atasi.

Karena aktifitasnya ia berkesempatan bertemu Bupati Gresik. Kepada bupati, ia meminta agar keberadaan TPS ditambah. “Karena tidak ada TPS itu, sampah akhirnya dibuang sembarangan, ke sungai atau dibakar. Pak Bupati janji mau buatin,” terang Nina.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Satu keinginan yang ingin ia wujudkan, adalah berbicara di sebuah forum terkait persoalan lingkungan, terutama soal sampah. Ia mengaku belum pernah melihat anak-anak seusianya berbicara di depan forum orang dewasa terkait persoalan sampah dan lingkungan.

“Siapa tahu, dengan anak-anak yang bicara bisa lebih diperhatikan”, katanya. Itu karena ia melihat orangtuanya sudah hampir 30 tahun demo terus-meneruis. Tapi kondisi  tetap saja tidak berubah, pencemaran terus terjadi, lingkungan tetap rusak. Namun demikian, ia menikmati aktivitasnya selama ini. Ia akan terus berperang melawan sampah dan membangun kesadaran publik untuk menjaga lingkungan. Minimal, dari satu aksi: tidak membuang sampah sembarangan.(*)

DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM